Sabtu, 03 Desember 2011

TUGAS PENDIDIKAN KESEHATAN DAN PERILAKU RESIKO KERJA PERKEBUNAN



Plaque: TUGAS PENDIDIKAN KESEHATAN DAN PERILAKU
RESIKO KERJA PERKEBUNAN



 



DISUSUN OLEH
KELOMPOK III

Elva Syoeib
Chilvia Okta Fitria
Laila Mubaroq
Hendri haryadi
Monalisa
Reni Amalin
Reni Oktarianti
Trisusilawati


DOSEN:
DJUSMANIDAR SKM. A md. Ked



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
ALIFAH
PADANG
2010





















KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul KESEHATAN PEKERJA  PERKEBUNAN

            Ucapan terimakasih kepada Ibu DJUSMANIDAR SKM. Amd. Keb selaku dosen pembimbing mata kuliah ini dan berbagai pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

            Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran, kritik dan tanggapan untuk kesempurnaan makalah ini dan juga untuk menambah pemahaman terhadap topic yang di bahas.
Akhir kata semoga makalah ini bermampaat bagi semua.


                                         Padang,   januari 2010

                                     Kelompok III






DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.                   Latarbelakang
I.1. Lokasi Kebun
I.2. sejarah Kebun
BAB II PEMBAHASAN
  1. Persiapan penbukaan lahan untuk penanaman kelapa sawit
  2. Pengelolahan  kelepa sawit
  3. Persiapan
  4. Bentuk kecelakaan kerja perkebunan
SOSOIAL BUDAYA
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan
  2. Saran
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
 I. Latarbelakang
I.1. Lokasi Kebun
PTP Nusantara II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Marbau memiliki lokasi kebun yang berada di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, dan berjarak 25 km dari kota Medan PTPN – II ini terbesar dalam tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Lubuk Pakam, Kecamatan Pagar Marbau, dan Kecamatan Perbaungan, Perkebunan PTPN – II Tanjung Garbus – Pagar Marbau berada pada ketinggian 14 – 20 m dpl, dengan iklim basah, dan curah hujanpertahun berkisar antara 1500-2000 mm/tahun, dengan jenis tanah latosol, dan tofografi dataran rendah.
Adapun perbatasan areal perkebunan PTPN – II Tanjung Garbus – Pagar Marbau adalah :
Ø  Sebelah utara berbatasan dengan kota Lubuk Pakam.b. Sebelah selatan berbatasan dengan Daerah Jati Baru.
Ø  Sebelah barat berbatasan dengan kampung Tanjung Garbus I dan Desa Batu Delapan.
I.2. Sejarah Kebun
Perkebunan Tanjung Garbus- Pagar Marbau pada awalnya dimilki oleh Perusahaan Belanda yang bernama “ NV SENEMBAH MAAT CHAAAPY” dengan komoditi tanaman karet. Pada tahun 1957 perkebunan Belanda ini diambil alih oleh pemerintah Indonesia dari tangan Belanda. Setelah diambil alih Pemerintah Indonesia namanya berganti menjadi PPN baru, dan selama diambil alih oleh Pemerintah Indonesia, juga telah banyak mengalami perubahan – perubahan nama yaitu Pada tahun 1963 PNP baru unit II menjadi PPN Sumut V,  Pada tahun 1964 menjadi PPN karet III,  Pada tahun 1970 berdiri sendiri menjadi PNP II / Sws.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Persiapan pembukaan lahan untuk penanaman kepala  sawit, antara lain:
  1. Kebutuhan Alat dan Bahan
Kebutuhan alat dan bahan yang digunakan yaitu :

a. Kampak
b. Cangkul
c. Parang
d. Meteran
e. Traktor
f. Bouldoser
g. Round Up

2.  Kebutuhan Tenaga Kerja
Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan persiapan dan pembukaan lahan tergantung pada luas kebun yang akan di buka sesuai dengan produktivitas alat.
3.       Kebutuhan Biaya
Kebutuhan biaya dapt dihitung dengan cara menjumlahkan kebutuhan alat dan bahan dengan upah tenaga kerja .Sedangkan upah karyawan harian lepas sesuai dengan upah minimum Propinsi (UMP).
4.        Pengawasan
Untuk pembukaan lahan kebun biasanya menerapkan upah sistem borongan,setiap pekerjaan diawasi oleh seorang mandor yang membawa 25-30 oarang tenega kerja.Mandor bertugas melapor berapa luas areal yang telah dikerjakan
B.     Pengelolaan kelapa sawit di pabrik kelapa sawit ( PKS ).
Pabrik Kelapa Sawit ( PKS ) adalah alat pengelolahan Tandan Buah Segar ( TBS ) kelapa sawit yang cukup besar dan mahal harganya adalah hal yang seharusnya disadari, bahwa pengoperasian alat ini menuntut persiapan dan penyediaan tenaga yang cukup berpengalaman dan trampil, yang dikelola dengan sistem management yang baik.
PKS dioperasikan dalam suatau rantaian proses yang kontinu, dimana hasil proses instalasi sebelumnya dilanjutkan oleh instalansi berikutnya tanpa dapat merubah mutu, tetapi hanya melanjutkannya. Kesalahan pada proses dimuka tidak dapat diperaiki pada proses selanjutnya, jadi dibutuhkan tindakan atau pekerjaan yang benar untuk setiap langkah poses sehingga hasil pengelolahan dicapai optimal.
Pengelolahan bahan baku Tandahan Buah Segar ( TBS ) menjadi minyak sawit dan inti sawit dilakukan dengan prinsip pemisahan, atau proses untuk mengambil bahan yang sudah tersedia tanpa mengubah, jadi hasil yang dicapai akan bergantung pada bagaimana bahan baku TBS yang tersedia . Di PKS yang harus diusahakan ialah agar tidak ada yang hilang, dan mutu produksi tidak makin jelek.
Sebelum proses pengelolahan dimulai terlebih dahulu diperlukan persiapan – persiapan yang matang agar pabrik dapat beroperasi dengan baik, berjalan dengan kontinu, dapat mencapai sasaran kapasitas dengan mutu hasil olah yang baik. Persiapan ini meliputi semua bidang kegiatan, baik alatnya sendiri maupun bahan baku olah, terutama tenaga kerja.
C.  Persiapan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pemeriksaaan Peralatan
Semua alat diperiksa sebelum dioperasikan. Petunjuk pemeriksaan dengan memakai journal sebelumnya, ini perlu sehinnga terhindar dari kerusakan – kerusakan selama operasi.

b. Keadaan Pelumas
Keadaan pelumas dari setiap alat yang dioperasikan merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan operasi dan pemeliharaan. Untuk ini pemeriksaan keadaan pelumas ini merupakan keharusan sebelum operasi , agar tindakan dapat dilakukan sebelum terlambat.
c. Bahan Bakar
Keadaan bahan bakar harus diperiksa terlebih dahulu sebelum menghidupkan mesin – mesin.
d. Bahan Baku  (Tandan Buah Segar)
Periksa laporan keadaan bahan baku Tandan Buah Segar ( TBS ) baik di pabrik maupun di lapangna untuk dapat menentukan jam mulai proses pengolahan.
e. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan orang – orang yang akan mengoperasikan semua alat, oleh karena itu dibutuhkan tenaga kerja yang akan mengoperasikan setiap alat di setiap stasiun- stasiun yang ada.
Setelah dilakukan persiapan - persiapan yang matang sebelum pengelolahan dimulai dilanjutkan dengan melakukan proses menghidupakan mesin – mesin yang ada digunakan untuk memanaskan mesin – mesin tersebut selama ± 30 menit sebelum pengelolahan pertama dilakuakan. Dihidupkan dengan menekan push bottom berturut – turut dengan suatu interval tertentu, star berikutnya dilakukan setelah alat berjalan normal.
Setelah kegiatan – kegiatan diatas dilakukan dengan benar maka proses pengelolahan kelapa sawit dapat segera dilakukan.


Proses awal pengelolahan tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Truk – truk yang mengangkut kelapa sawit dari lapangan diangkut ke pabrik, sebelumnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat dari kelapa sawit yang diperoleh dari lapangan.
b. Setelah ditimbang kelapa sawit yang diangkut tadi akan di sortasi guna memilih kelapa sawit yang layak diolah dan menyisihkan kelapa sawit yang tidak memenuhi syarat untuk diolah.
c. Kelapa sawit yang telah memenuhi syarat untuk diolah tadi dikumpulakan di loading Ramp, tandan buah di tuang pada tiap – tiap sekat dan diatur dari pintu ke pintu lainnya dengan isian sesuai dengan kapasitas.
d. Kemudian kelapa sawit tersebut dituang kedalam lori –lori yang tersedia. Lori merupakan alat untuk mengangkut buah dan merebus buah. Lori rebusan diisi penuh dan merata sesuai dengan kapasitas lori tersebut, diusahakan jangan sampai kelebihan kapasitas dalam setiap lorinya. Emudian lori tersebut ditarik dengan transfer car munuju perebusan ( Sterilizer).
e. Di dalam rebusan ( Sterilizer) lori – lori yang berisi kelapa sawit siap direbus selama 120 menit dengan tekanan 2,5 – 2,8 kg F/cm2 dengan suhu selama rebusan 1500C. Di dalam satu rebusan dapat memuat ± 10 lori. Tujuan dri perebusan ini adalah untuk mempermudah pemipilan, memepermudah pelumutan, dan mematikan enzym lipase yang dapat menaikkan Asam Lemak Bebas (ALB ). Setelelah selesai selesai proses perebusan lori – lori tersebut ditarik dengan Capstand keluar dari perebusan ( Sterilizer ).
  1. Kemudian lori – lori yang telah direbus dengan menggunkan Housting Crane kemudian dituangkan ke dalam Hopper kemudian masuk ke dalam Automatic Feider lalu masuk ke Stripper / Thresher. Dari Thresher dilakuakan pemisahaan Brondolan dan Tandan Kosong ( Tankos ), tankos dijalankan ke Empty Bunch kemudian diangkut dengan truk lalu dipasarkan, sedangkan brondolan dipisahkan menuju Fruit Under Thresher Converyor.
  2. Dari Fruit Under Thresher Converyor brondolan/ buah masak ke Fruit Elevator dari Fruit Elevator brondolan diangkut menuju Fruit Distributing Conveyor kemudian dilanjutkan ke Digester.
  3. Di dalam digester brondolan dilumatkan sehingga daging buah terpisah dari biji. Digester ini terdiri dari tabung silinder yang berdiri tegak yang didalamnya di pasang pisau – pisau pengaduk.
  4. Dari digester brondolan masuk ke dalam Screw Press di dalam Screw Press dilakukan pemisahan minyak dari ampas dan biji.
Minyak dimasukkan ke Talang minyak untuk memisahkan pasir dari minyak kasar kemudian di ayak di Sweco ( ayak getar ) untuk memisahkan sampah – sampah yang ikut dalam minyak, kemudian dimasukkan ke dalam Crude Oil Tank kemudian dilanjutkan ke Balance Tank dan seterusnya dijalankan ke dalam Continuos Tank.
  1. Di Continuos Tank dilakukan pemisahan, minyak yang telah dipisahkan ditampung di dalam Oil Tank untuk dipanasi lagi sebelum diolah lebih lanjut pada sentripusi minyak. Tangki ini berbentuk silinder, dengan bagian dasar berbentuk kerucut.
  2. Dari Oil Tank dilakukan pemmurnian minyak di dalam Oil Purifier, minyak yang mempunyai berat jenis lebih kecil bergerak ke arah poros, dan terdorong keluar oleh sudu – sudu ( Paring Disc ), sedangkan kotoran dan air yang berat jenisnya lebih besar terdorong ke arah dinding bowl. Air keluar, padatan melekat pada dinding bowl yng dikeluarkan dengan pencucian. Kemudian masuk ke transfer Tank untuk di lanjutkan ke Float Tank.
  3. Float Tank dipakai untuk mengatur jumlah minyak yang masuk ke dalam tangki hampa udara ( Vacuum ) agar merata dan tetap ( Konstan ). Kemudian dilanjutkan ke Vancuum Dryer dipergunakan untuk memishkan air dari minyak dengan cara penguapan hampa kemudian dimasukkan ke dalam Tangki Timbun.
  4. Minyak hasil pisahan dari Continuous Tank ditampang di Sludge Tank. Alat ini berbentuk tabung silinder yang bagaian bawahnya berbentuk kerucut. Dari Sludge Tank diteruskan ke Brush Stainer disini dipisahkan serabut yang masih ada dalam sludge sebelum dalam diolah dalam sludge separator.
  5. Dari Brush Strainer masuk ke Sending Cyclone yang diteruskan ke dalam Sending Tank.
  6. Dari Sending Tank kemudian dilanjutkan ke Sludge Separator untuk dikutip minyaknya. Kemudian dari Sludge Seperator dilanjutkan ke Foot Tank dan dari Foot Tank kembali di alirkan ke Continuos Tank.
  7. Di Screw Press Ampas dan biji yang dipisahkan dari minyak masuk ke dalam Cake Breaker Converyor. Ampas press yang masih bercampur biji dan berbentuk gumpalan – gumpalan dipecah dan dibawa oleh alat pemecah kempa ini kepada alat selanjutnya untuk dipisah antara ampas biji.
  8. Setelah dari Cake Breaker Converyor di lanjutkan ke Separing Colum. Di Separating Colum ampas dan biji dipisahkan. Ampas masuk ke Fiber Fan kemudian dilanjutkan ke General Converyor dan dilanjutkan ke Talang Bahan Bakar lalu di masukkan ke dalam Boiler. Sedangkan biji diteruskan ke Polishing Drum.
  9. Dari Polishing Drum diteruskan ke Wet Nut Elevator setelah itu dilanjutkan ke Silo Biji di dalam Silo biji akan dipakai sebagai tempat pemeraman biji yang selanjutnya bila biji tersebut telah cukup kering akan dipecahakan di dalam alat pemecah. Kemudian diteruskan ke Dry Nut Conveyor dan Dry Nut Elevator.
  10. Kemudian masuk ke dalam Nut Greeding Drum yaitu tempat pembagi biji menurut besarnya diameter biji agar biji yang masuk ke dalam Cracker diusahakan merata. Alat ini berupa tabung berputar, yang dilengkapi dengan lubang – lubang yang besarnya disesuaikan dengan histogram.


  1. Dari Nut Greeding Drum dilanjutkan dengan proses Ripple Mill 1 dan proses Ripple Mill 2, di dalam ini terjadi pemecahan biji, kemudian diteruskan ke dalam Mixtured Conveyor. Selanjutnya peoses diteruskan ke LTDS I dimana cangkang masu ke Dust Separator dan diteruskan ke Boiler sebagai bahan bakar, sedangkan inti cangkang berat masuk ke LTDS II. Di dalam LTDS II cangkang dan inti ringan masuk ke dalam Dust Separator yang selanjutnya diteruskan ke Claybath, di dalam Claybath akan dihasilkan cangkang dan inti.
  2. Sedangkan inti berat yang terdapat pada LTDS II di teruskan ke Silo inti, dimana Silo inti berfungsi untuk mengeringkan inti sesuai dengan kadar air yang ditentukan. Kemudian diteruskan ke Elevator seterusnya dilanjutkan ke dalam Bulking inti dan akhirnya inti tersebut ditampung di dalam penampung inti.
D.    Bentuk Kecelakaan kerja Perkebunan
Bentuk kecelakaan kerja di perkebunan, khususnya perkebunan sawit dan karet adalah tertimpa pelepah dan buah, mata terkena kotoran dan tatal (getah) bagi buruh bagian panen dan pembersihan lahan. Terkena tetesan gromoxone, roun-dup dan terhirup racun pestisida, fungisida dan insektisida terutama pekerjaan yang berhubungan dengan penyemprotan.
Bentuk kecelakaan kerja tersebut berdampak pada resiko cacad anggota tubuh seperti mata buta bagi pemanen buah sawit dan penderes karet, cacad kelahiran terutama bagi wanita penyemprot, bahkan menumui ajal ketika tertimpa tandan buah sawit (TBS).
Umumnya penyebab kecelakaan kerja karena tempat kerja yang tidak aman seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja bersemak tempat bersemainya binatang berbisa, jalan licin dan berlobang berpotensi buruh terpeleset sewaktu proses kerja, serta budaya kerja kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak cukup atau tidak memenuhi standart keselamatan kerja dan perilaku tidak mengindahkan kerja yang benar terutama akibat minimnya sosialisasi dan pelatihan kerja bagi buruh perkebunan.
Dengan demikian di sektor perkebunan, potensi kecelakaan kerja cukup tinggi. Sayangnya masih kerap terjadi di lingkungan perkebunan yang tidak mengidentifikasi potensi resiko, penyebaran informasi yang cukup bagi buruh tentang resiko dan penanggulangan kecelakaan terutama penyediaan P3K dan pondok berlindung ketika cuaca buruk serta "pembiaran" buruh bekerja tanpa menggunakan peralatan perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Tidak ada antisipasi pencegahan keracunan dan perlindungan kesehatan buruh.
Untuk mencegah kecelakaan kerja seharusnya pihak perkebunan memberikan pendidikan tentang bahaya, resiko dan dampak zat-zat kimia yang digunakan, melakukan pemerikasaan kesehatan buruh kepada dokter ahli, dan merotasi buruh yang bekerja di bagian yang berhubungan dengan bahan kimia yang berbahaya.
Hal ini mengakibatkan banyak buruh kebun belum mengerti K-3 termasuk hak dan kewajiban perusahaan perkebunan, pemerintah baik dalam bentuk pengetahuan dan kaitannya dengan operasi kerja mereka. Pada hal K-3 berfungsi untuk melindungi dan menjaga diri buruh tersebut agar terhindar dari kecelakaan kerja yang merugikan mereka. Pemberiaan alat kerja dan pelindung kerja yang tidak cukup dan tidak memenuhi standart keselamatan kerja. Sebagai contoh, kaca mata yang diberikan perusahaan tidak menutup keseluruhan permukaan mata, dan kalau digunakan mudah terkena embun menyebabkan penglihatan kabur.
Akibatnya rata-rata buruh tidak menggunakan karena mengganggu proses kerja sementara target-target yang tinggi juga menjadi salah satu pertimbangan buruh untuk menggunakannya. Sementara upah rendah yang diterima buruh seringkali menjadi kendala menyebabkan mereka bekerja tidak memperdulikan aspek keselamatan kerja. Banyak buruh perkebunan bekerja tanpa memiliki alat kerja dan pelindung kerja yang memadai.
Dari sisi ekonomi, buruh tidak mampu menyediakan alat dan pelindung kerja karena upah rendah, membeli makanan bergizi untuk mengganti sel-sel tubuh mereka yang keracunan karena upah yang mereka terima sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum setiap hari. Oleh karena itu, buruh kebun akan bekerja sebanyak mungkin dengan melibatkan seluruh anggota keluarga hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan makan dengan kualitas yang memprihatinkan, sementara beban kerja memerlukan energi yang tinggi tidak sebanding dengan kualitas makanan yang dikonsumsi setiap hari. Itulah realitas kecelakaan kerja yang tinggi di perkebunan di tengah tumpukan dollar yang dihasilkan oleh buruh kita.















SOSIAL DAN BUDAYA
Perkebunan PTPN – II Tanjung Grabus – Pagar Marbau juga telah mengadakan hubungan sosial budaya kepada masyarakat, baik bersosial budaya didalam perkebunan maupun diluar perkebunan. Tujuan dari sosial budaya ini adalah agar terbinanya hubungan yang baik antara kebun PTPN – II Tanjung Garbus – Pagar Marabau dengan masyarakat setempat, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial antara masyarakat dan perusahaan.
1. Sosial Budaya Di Dalam Perkebunan
Perkebunan PTPN – II Tanjung Garbus – Pagar Marbau mengadakan sosial budaya di dalam perkebunan meliputi kegiatan – kegiatan tertentu antara lain :
a. Memberikan tunjangan hari besar keagamaan.
b. Memberikan perhatian bagi pekerja yang berprestasi berupa hadiah
c. Memberikan catuan berupa beras, dan memberi cuti bagi para pekerja / pegawai sesuai ketentuan dari perusahaan.
2. Sosial Budaya Diluar Kebun
Sosial budaya yang dilakukan perkebunan PTPN – II Tanjung Garbus – Pagar Marbau adalah dengan mengadakan kegiatan yang bersifat untuk umum seperti :
a. Membantu memberikan fasilitas pendidikan (sekolah)
b. Membantu memberikan fasilitas kesehatan seperti poliklinik, polindes, puskesmas, dan posyandu.
c. Membangun tempat peribadatan  dan fasilitas jalan dan listrik.
d. Memberikan peluang kerja bagin yang mempunyai potensi untuk bekerja di PTPN II Tanjung Garbus – Pagar Marbau.
BAB III
PENUTUP
Dari paparan di atas tampak bahwa bagaimana dinamika pergerakan modal (liberalisasi) mengkontruksi relasi kerja, dan peran Negara diminimalisir yang berakibat pada keterpurukan nasib buruh. Menguatnya praktek fleksibilitas hubungan kerja telah menempatkan posisi buruh pada posisi tawar yang sangat rendah. Ruang kebebasan berserikat-pun semakin sempit. Praktek outsourcing dan buruh harian lepas memaksa buruh menerima apa adanya kemauan perusahaan. Peraturan perundang-undang yang mengatur hak-hak buruh menjadi lips service semata karena peran perlindungan pemerintah yang hilang. Posisi hokum perburuhan telag bergeser dari ranah public ke ranah perdata pasca UU No. 13 tahun 2003 dan UU No. 2 tahun 2004.
Dengan demikian maka solusi kedepan adalah mengembalikan kebijakan perburuhan berbasis kesejahteraan sebagaimana amanat UUD, 45 "jaminan pekerjaan", "hidup layak" dan "kebebasan berorganisasi". Dan mendorong pemerintah mengkaji ulang peraturan perburuhan, pengawasan terhadap perusahaan perkebunan dan peran perusahaan mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya.
1. Kesimpulan
K-3 itu merupakan instrumen yank memproteksi pekerja, perusahaan dan masyarakat sekitar limbah dan zat kimia berbahaya dari resiko kecelakaan kerja.
“Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan, sebab K-3 itu bertujuan mencegah, mengurangi bahkan menihilkan resiko kecelakaan kerja. Dengan demikian penerapan K-3 adalah tanggungjawab dari perusahaan dan tidak boleh menganggap K-3 akan menghabiskan banyak biaya, namun bentuk investasi jangka panjang  yang memberikan keuntungan besar bagi perusahaan, sekaligus merupakan bentuk dari jaminan keselamatan dan kesehatan bagi setiap pekerja,” katanya.
Bentuk-bentuk pelanggaran K-3 bagi buruh perkebunan seperti tidak diselenggarakannya sosialisai hak dan kewajiban K-3, tidak ada latihan peningkatan keterampilan kerja, tidak ada identifikasi resiko kerja, tidak tersedia P3K dan sebagainya.
Untuk itu KPS meminta kepada semua perusahaan perkebunan di Sumut untuk memperhatikan secara serius penyelenggaraan jaminan K-3 kepada setiap pekerjanya. Selain itu peranan instansi ketenaga kerjaan sangat penting untuk memulai dan meningkatkan secara serius fungsi pengawasannya. (saz).
2. Saran
Karyawan dann karyawati terutama karyawan buruh panen harus diperhatikan lebih baik, dalam arti memberikan semangat yang tinggi, dalam bentuk kenaikan gaji, uang puding,dan lainnya. Tujuan ini dilakukan agar karyawan dan karyawati dapat bekerja dengan lebih baik dan lebih giat dalam bekerja, karena biar bagaimanapun ujung tombak ( pondasi ) perusahaan adalah karyawan dan karyawati khususnya karyawan buruh panen.









DAFTAR PUSTAKA
DOC. 2008, Makalah Perkebunan dari http//www.doc/gov/Makalah Perkebunan (27 Januari 2009)
Gunawan, M 1999, Perkebunan Kelapa Sawit, Bentuk Kecelakaan Pekerja Perkebunan (online) No.69 Dari: http/www.Google (27 Januari 2009)
Depkes RI, 2001, Pedoman Kesehatan Pekerja Perkebunan, Dirjen PP & PL Depkes Jakarta
http://www.depkes.go.id/. Kesehatan, Keselamatan dan Kerja. 05 Dec 2006.
http://www.depkes.go.id/. Kumulatif Perkebunan di Indonesia. 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar